
Tentang PATS (Pengaderan Awal Tingkat Senat)
Hai. Namaku Muhammad Fadel Dwi Makmur. Panggil saja Fadel. Atau El. Atau Dwi. Asal jangan panggil aku Makmur, itu nama ayahku.
Tahun 2017 adalah tahun pertamaku menginjak bangku perkuliahan, dan ekpektasiku benar-benar diluar kendali. Dahulu semenjak duduk di bangku SMA, aku terkadang iri dengan Mahasiswa. Bagaimana mereka mengerjakan sesuatu dengan santai, mengendarai motor tanpa takut ditilang, menumbuhkan rambut semau mereka, merokok dan berkelana ke gunung, bagi Mahasiswa, itu semua wajar saja.
Ekpektasiku pudar setelah tiga bulan menjalani masa perkuliahan. Kuliah? Benar-benar seperti neraka. Tugas dimana-mana. Dosen memberimu kuis tiba-tiba. Ditambah lagi dosen yang menerangkan materi ini, dan setelah hari kuis tiba, mereka menampilkan soal materi itu. Jadi, jika kau adalah bocah SMA yang membaca cerita ini, percayalah, jangan pernah mengganggap kuliah itu adalah hal yang mengasyikkan.
Berbicara mengenai kuliah, aku kuliah di Universitas Hasanuddin di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Ilmu Ekonomi. Tapi bukan hal itu yang menjadi topik pembahasan sekarang melainkan mengenai Pengaderannya. Pengaderan ini dinamakan PATS atau singkatan dari Pengaderan Awal Tingkat Senat.
Sekarang tanggal 28 Desember, dan Pengaderan Awal Tingkat Senat itu dimulai sekitar dua bulan yang lalu. Aku tidak tahu tepatnya, tapi kayaknya sekitaran pertengahan Oktober. PATS sendiri dilaksanakan hanya dua hari, hari sabtu hingga minggu. Tapi sebelum PATS dimulai, ada beberapa rangkaian kegiatan yang dinamakan Pra-PATS.
Pra-PATS sendiri terdiri dari pengadaan buku hitam putih, latihan beberapa item, juga ada kegiatan observasi yang begitu melelahkan. Jujur saja, yang paling melelahkan dari itu semua adalah latihan item. Item-item itu sendiri terdiri dari akustik, tari, theater, puisi, paduan suara, dan formasi, dan aku memilih puisi. Bukannya cerdas dalam hal berpuisi, aku memilih item puisi ini karena tidak ada item yang cocok selain itu buat saya haha… dan juga dari pengalaman SMAku dulu, aku sering berpuisi walaupun memang tidak terlalu handal dalam berpuisi. Aku sempat berpikir untuk mengikuti item paduan suara atau akustik saja, tapi aku menilai suaraku sangat jelek. Jika kau berupaya untuk mendengarkannya, niscaya telingamu bakalan rusak parah.
Setelah aku memilih item, akhirnya kami di kumpul di masing-masing tempat sesuai item yang kami pilih. Aku sendiri memilih item puisi, jadi aku dan item theatre disatukan di samping Masjid Fakultas kami untuk kemudian diseleksi. Alhamdulillah karena sudah terbiasa membaca puisi dengan lantang dan tegas, aku akhirnya dipilih untuk berlatih membawakan item puisi pada hari minggu sebelum penutupan PATS bersama ketiga orang temanku yang lain.
Setelah aku sudah dipatenkan untuk membawakan item puisi, hari-hari esoknya kami rutin belatih. Terkadang aku latihan di Baruga, di Fakultas, bahkan pernah sekali di Fakultas Sastra, bersama anak-anak theatre dan Akustik lainnya. Memang latihan kami disatukan, alasannya mengapa? Bayangkan saja jika hanya ada empat orang yang membacakan puisi perlawanan dan kemerdekaan dihadapanmu? Kamu bakalan bosan bukan? Nah, dengan adanya akustik dan theatre yang menjadi latar kami berpuisi, puisi kami akan semakin menjadi hidup bukan?
Ah ya, hal yang melelahkan kedua setelah latihan item adalah kasus pengadaan buku hitam putih atau aku sendiri menyebutnya, proses SKSD-an yang hakiki. Jujur saja, aku adalah orang yang gugup saat pertama kali berkenalan dengan orang asing. Orang yang saya kenalpun, biasanya, saya malu untuk mengatakan sesuatu, walaupun itu memang penting untuk dikatakan, apalagi dengan kakak yang tidak kamu kenal dan bahkan lebih berpengetahuan darimu?
Memang, awalnya aku malu. Tapi lama kelamaan tidak juga. Alhamdulillah kakak-kakak sendiri mengerti dan merespon setiap pembahasan kami dengan ramah. Bahkan, yang membuat aku tersanjung, ada salah seorang kakak yang mengatakan seperti ini, “Benar dan salah adalah relatif. Memang saya lebih berpengetahuan dan berpengalaman darimu. Tapi siapa yang tahu nantinya kamu akan menjadi bosku?”, dan memang itu hal yang layak untuk direnungkan.
Hari-hari kami lewati dengan latihan item bersama. Mencari kakak senior bersama untuk mengisi buku hitam putih. Aku kadang berpikir, karena hal ini, aku bahkan bisa mengenal banyak orang sekarang. Bukan cuma teman-teman Ilmu Ekonomiku, melainkan teman-teman itemku saja terdiri dari anak akuntansi dan manajemen. Aku juga lebih mengenal banyak senior gara-gara pengadaan buku hitam putih.
Satu kendala utama yang aku beratkan saat proses Pra-PATS adalah kuliah. Kuliah dengan tugas-tugasnya, ditambah lagi latihan item sampai larut malam, juga ada target buku hitam putih yang harus diraih, belum lagi masalah-masalah internal lainnya. Tapi Alhamdulillah, dengan semnagat dan doa, aku bisa melaluinya. Banyak teman saya yang tidak mengikuti prosesi bahkan mengejek dan menyarankan untuk berhenti prosesi saja, tapi aku hanya mengatakan, “Kenapa bukan kamu saja yang melanjutkan prosesi?”
Pada akhirnya, gara-gara jawabanku itu, aku dibenci oleh sebagian orang. Tapi tidak masalah, aku bahkan mempunyai sebagian orang lainnya. Bukan orang, maksudku keluarga. Yang bahkan lebih baik dari ‘mereka’.
Hal yang melelahkan selanjutnya, selain latihan item dan pengadaan buku hitam putih adalah observasi lapangan untuk mengisi kuisioner. Kami pergi di daerah-daerah pra-sejarah untuk mendapatkan data dan meneliti tingkat pendidikan dan kemiskinan disana. Hal ini melelahkan, tapi juga mengasyikkan. Banyak ilmu yang saya dapat.
Setelah observasi berjalan lancar, akhirnya kami tinggal di salah satu rumah teman kami untuk mengerjakan laporan hasil observasi kami. Disana lebih mengasyikkan lagi. Kami membeli cemilan bersama. Cerita bersama. Bahkan kami bercengkrama dan main bersama dengan kakak pendamping kami, yang notabenenya satu tingkat lebih tua diatas kami. Tapi dia sendiri mau membagi pengalaman dan pengetahuannya kepada kami, jadi menurutku itu pantas dianjungi jempol.
Alhamdulillah laporan observasiku berjalan lancar. Akhirnya kami mengumpulnya keesokan harinya.
Malam itu, tepat sehari sebelum PATS berakhir, karena latihan item hingga larut malam, aku tiba di rumah sekitar pukul 20.30 WITA. Tiba di rnjang aku langsung tertidur. Aku terbangun pukul 23.00 WITA untuk mengerjakan tugas kuliahku yang tertunda. Kalau tidak salah waktu itu tugas pengantar manajemen. Setelah tugas itu selesai, aku langsung membuka isi handphoneku dan mendapati bahwa besok semua perserta PATS diwajibkan untuk cukur 3-2-1. Aku tidak yakin, tapi menurutku itu nama lain dari plontos.
Malam itu sungguh membuatku gila. PATS kurang lebih enam jam lagi. Dan aku bahkan sudah keliling sekitar kompleksku untuk mencari tukang cukur. Dan sialnya, tidak ada tukang cukur yang terbuka. Akhirnya aku pasrah saja esok harinya.
Yang benar saja, esok harinya, aku dipanggil karena rambutku belum dicukur. Aku gugup setengah mati. Namaku dicatat pastinya. Tapi Alhamdulillah kakak panitia memaklumi alasanku dan menolerir keteledoranku. Tapi esok hari saya sudah harus cukur bagaimanapun caranya.
Hari pertama PATS kami disuguhkan beberapa materi yang relevan dengan dunia kampus. Materi itu antara lain : Kemahasiswaan, Kemanusiaan, Kesadaraan Kritis, dan satunya lagi Kelembagaan. Dari keempat itu aku paling suka dengan materi Kesadaran Kritis. Kenapa? Karena setelah mendengarkan materinya, kini aku tahu untuk berargumen dengan ayahku, haha…. Walaupun terkadang masih selalu kalah.
Esoknya, hari minggu. Kami disuruh datang tepat jam 7 untuk datang ke fakultas dan tidak boleh terlambat. Waktu tempuh rumahku dari fakultas jika menaiki kendaraan umum adalah hampir empat puluh menit, itupun kalau jalanan tidak sedang padat. Akhirnya aku bangun jam 3 subuh, sarapan, mandi, pakaian, dan lekas ke fakultas. Tentu saj dini hari tidak ada kendaraan umum, jadi akhirnya aku memesan ojek online. Untung saja ada yang mau mengambilku. Jika tidak, riwayatku mungkin akan tamat (lagi).
`Alhamudillah hari terakhir PATS itu riwayatku tidak jadi tamat. Aku tiba sekitar pukul 6.50 WITA dan lekas berlari masuk ke dalam Fakultas. Pada rangkaian kegiatan kali ini, kami disuruh bedah film. Film yang kami tonton lumayan lucu, walaupun akhirnya bad ending. Film itu bercerita tentang perlawanan pendidikan dan peran mahasiswa tentang media pelayanan pendidikan di lingkungan masyarakat minim. Film ini mengajarkan kita bahwa diluar sana banyak anak-anak yang putus sekolah demi membantu orang tuanya entah itu mencari nafkah dalam halal, ataupun tidak. Maka dari itu peran kita sebagai mahasiswa mengubah dunia menjadi lebih baik. Hal itulah yang dapat saya petik di dalam film yang berdurasi kurang lebih sejam lebih itu.
Setelah beda film ada tahap evaluasi. Alhamdulillah aku bisa menyelesaikan dan menjawab semua pertanyaannya. Walaupun ada sedikit pertanyaan yang tidak terjawab, tapi tidak masalah. Toh aku benci nyontek. Karena itu, nilai UN matematikaku sewaktu SMA adalah 4 dari 10. Menurutku, itu lebih baik daripada 10 tapi melihat hasil orang lain, bukan melihat, diksinya salah, mencuri lebih tepatnya.
Sekitar setelah sholat ashar, akhirnya penampilan item tiba. Aku gugup. Aku terus-terusan menghafal lirik puisiku seperti orang gila. Berbicara sendiri terhadap dinding didepanku. Tepat sekitar lima menit sebelum penampilan itemku, aku membaca doa. Aku berharap tidak akan pingsan saat berpuisi.
Kami menampilkan item akustik, puisi, dan theatre secara bersamaan di depan STUDENT FEB CENTRE. Hari itu cerah. Walaupun aku gugup, Alhamdulillah puisiku lancar. Dan orang-orang juga menikmatinya. Mereka bahkan bertepuk tangan untuk kami. Akhirnya setelah itu kami kembali ke barisan, dan penutupan segera dilaksanakan. Penutupan dilaksanakan sekitar pukul 5 sore hampir pukul 6.
Entah sedih, gembira, senang, atau bahkan aku harus tertawa karena PATS telah berakhir. Yang kusuka dari segalanya adalah teman. Dengan kegiatan seperti ini, aku bisa mendapatkan banyak teman. Kita menjalani susah bersama. Dan juga bahagia bersama. Tidak pandang itu manajemen, akuntansi, atau bahkan Ilmu Ekonomi. Tapi kita satu. Dan sekali lagi. Aku suka bagian itu. Bagian dimana kita menjadi teman, bukan, diksinya salah… keluarga.
Oleh: Muhammad Fadel Dwi Makmur (Ilmu Ekonomi, 2017)